We Are Michelisian
Sila ketik michelisian di google dan kurang dari satu menit mesin pencari informasi akan menayangkan lebih dari 300 tautan informasi. Jangan heran kalau deretan informasi teratas didominasi video, berita, gambar dari sekolah-sekolah YPII. Dalam waktu kurang dari satu tahun kita telah mengidentikkan istilah ‘michelisian’ di rating teratas mesin pencari informasi google sebagai identitas sekolahYPII di berbagai cabang. Situasi ini bisa dimaknai bahwa penggunaan kata Michelisian tidak sering dipublikasikan oleh pihak-pihaklain.Hal ini menjadi peluang untuk terus menegaskan bahwa Michelisian is our identity. Tentu identitas ini tidak berhenti di kisaran ‘baju’ namun mengarah pada makna yan lebih dalam yakni nilai-nilai yang dibungkus identitas michelisian. Pertama kali penulis mendengar istilah Michelisianadalahsaat Sr. Yerima dan Sr. Priska sedang mendiskusikan program kepemimpinan untuk siswa. Dalam diskusi itulah Sr. Yerima mensharingkan pembicaraan beliau dengan Sr. Cendra tentang istilah michelisian. Cerita ini memantik diskusi hangat memaknaiistilah mengkaitkannya dengan dokumen yang ada antara lain Fokus Pengembangan YPII Kampus Bandung Tahun 2017-2020. Dalam kaitannya itu pula istilah michelisian berkelindan dengan nilai-nilai COIS. Berikut kutipan utuh tentang COIS yang dicuplik dari fokus pengembangan:
Sejatinya COIS merupakan roh keberadaan sekolah-sekolah YPII. COIS ini merupakan nilai-nilai dasar (core values) yang diterjemahkan dari spiritualitas Tarekat Suster Penyelenggaraan Ilahi. Dalam tataran ide dan imajinasi, COIS merupakan tujuan ideal. Dalam tataran realitas, COIS mewujud nyata dalam tingkah laku, tutur kata, tindak tanduk yang dapat dirasakan oleh panca indra. Warga sekolah yang COIS akan menampakkan sosok-sosok yang lekat dengan identitas COIS. Karenanya membumikan COIS dalam normatif pola pikir, tingkah laku, tutur kata dan tindak tanduk menjadi krusial. Seorang guru yang COIS akan menunjukkan attitude yang selaras dengan aspek-aspek Cerdasyakni bertanggung jawab dan mandiri, memiliki kecerdasan sosial and emosional, proaktif melihat peluang, kreatif dan terampil, berpikir kritis dan memiliki kebiasaan belajar, mencintai lingkungan hidup dan menjalankan pola hidup sehat; aspek-aspek Otentik yakni mampu mengolah diri, berani tampil untuk memperjuangkan nilai hidup, dan mempunyai harga diri; aspek-aspek Iman akan Penyelenggaraan Ilahi mencakup berpengharapan, optimis dan bersyukur, serta memiliki relasi dengan Allah dan aspek-aspek Solider yakni tanggap dan peduli.
Dari kutipan di atas bisa ditegaskan bahwa COIS adalah saripati spiritualitas KongregasiSuster Penyelenggaraan Ilahi. Darimana spiritualitas ini didapatkan atau diwariskan tepatnya? Tentu saja dari pendiri kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi, yakni Pastor Eduard Michelis. Ketiga belas aspek Cerdas, Otentik, Iman akan PI dan Solider merepresentasikualitas Pastor Eduard Michelis yangsudah beliau teladankansemasa hidupnya. Melalui proses discernmentyang panjang, para suster PI merangkum ketiga belas aspek nilai COIS tersebut untuk diwariskan kepada siapapun yang menjadi simpatisan karya pendidikan para suster PI. Dengan kata lain di bidang karya pendidikan para suster terpanggil untuk menanamkan ketiga belas aspek nilai COIS pada setiap pribadi yang ambil bagian dalam karya pendidikan, baik itu para suster, guru, tenaga kependidikan, siswa, alumnidan juga orang tua. Apakah ketiga belas nilai berbenturan denga nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan ajaran gereja katolik? Tentu saja tidak. Sebaliknya, ketiga belas nilai ini adalah afirmasi nilai-nilai universalyang sudah menjadi laku hidup Pastor Eduard Michelis.Bahwa COIS sebagai roh yang menggerakkan, maka diperlukan identitas yang menampakkan seseorang yang digerakkan oleh roh tersebut. Ketika istilah michelisian mengemuka, seolah-olah terjadi pengandaian botol bertemu tutupnya. Michelisian(diadaptasidari nama Eduard Michelis)menjadi identitas yang mengacu pada pribadi-pribadi yang menghayati nilai-nilai yang diteladankan oleh Pastor Eduard Michelis. Michelisian merupakan ‘raga badag’ yang bergerak karena 13 nilai dasar sebagai roh yangmewujud tindakan-tindakan keseharian. Tentu kita tidak berhenti pada proses afirmasi identitas Michelisian. Tantangan utama adalah bagaimana COIS menjadi konteks perjuangan yang mendasari proses pembelajaran di sekolah-sekolah YPII. Ketiga belas nilai dasar COIS yang mendasari para michelisian berpikir, bertutur kata dan bertindak semestinya dirasakan oleh orang-orang yang berinteraksi dengan para michelisian khususnya mereka yang belum familiar dengan spiritualitas para Suster PI. Cara-cara mengkonkretkan COIS dalam target-target tindakan perlu terus menerus dijadikan pembiasaan. Contoh kecil, misalkan CERDAS: berpikir kritis dan memiliki kebiasaan belajar; mendorong para guru untuk mengikuti webinar dan membaca buku lantas membuat resume yang berisi sintesa antara isi webinar dan buku dengan analisis dan berpikir kritis guru merupakan contoh aktualisasi dari nilai ini. Contoh lainnya antara lain merumuskan resolusi awal tahun sebagai suatu keputusan bulat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatudalam rangka meningkatkankualitas hidup merupakan contoh aktualisasi nilai IMAN AKAN PI: berpengharapan, optimis dan bersyukur. Tindakan-tindakanaktual seperti itulah yang terus menerus perlu digalakkan dan disuarakan dan dijadikan kerja bersama. Setiap tindakan aktual selalu dikaitkan dengan aspek-aspek nilai COIS sehingga menebalkan pemahaman dan penghayatan atas aspek-aspek nilai COIS melalui tindakanyang kasat mata dan dapat dimaknai oleh panca indra.Menarik benang merah antara tindakan dan aspek nilai COIS semakin menegaskan pentingnya menguasai –‘hafal’ –ketiga belas aspek nilai-nilai COIS. Pemahaman (baca: hafal) atas ketiga belas aspek nilai-nilai COIS ini akan memudahkan siapapun yang memiliki kesempatanuntuk menanamkan nilaiini untuk selalu mengkelindankan antara tindakan-tindakan yang diharapkan dan makna dari tindakan-tindakan tersebut dari konteks aspek-aspek nilai COIS.
Kesempatan untuk menanamkan aspek-aspek nilai COIS pertama-tama berada pada kapasitas tata kelola dan kepemimpinan. Tidak bisa disangkal dan dihindari bahwa kepemimpinan menjadi faktor kunci berlangsungnya pengelolaan suatu organisasi termasuk didalamnya penguatan nilai-nilai yang menjadi budaya organisasi. COIS sebagai akar budaya sekolah-sekolah YPII akan merasuk dan menjadi roh yang menggerakkan suasana sekolah ketika dengan sadar para pemimpin di berbagai linimenyuarakan, mewartakan, meneladankan dan menampakkan tindakan-tindakan kepemimpinan berdasarkan nilai-nilai COIS. Dalam konteks ini penguatanpara pemimpin untuk menyadari dirinya sebagai Michelisian di garda depan menjadi kebutuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sayangnya, seringkalitahapan penguatan ini dilompat dan pemberlakuan suatu pembiasaan langsung membidik sasaran utama, yaitu siswa. Alhasil, terjadi kesenjangan antara tataran ideal dan aktual pembiasaan dikarenakan mereka yang bertanggung jawab atas pembiasaan tersebut belum sepenuhnya siap.
Ketika penguatan para pemimpin ini dikelola secara konsisten dan berkelanjutan, maka mereka akan merepresentasi sosok-sosok Michelisianyang konsisten pula menyuarakan dan meneladankan kualitas Michelisian yakni nilai-nilai COISdan kalau diibaratkan sebagai pilar-pilar bangunan, maka pada merekalah sosok bangunan YPII akan mengandalkan topangan kekuatan karakter COIS. (Bandung, 24 Januari 2021 –Simon Ono Sutono)